Seratus tahun yang lalu, pernahkah kita membayangkan hidup di dunia seperti sekarang ini?
Pernahkah kita membayangkan kita memiliki tubuh kita sekarang?
Pernahkah kita membayangkan memiliki wajah seperti wajah kita sekarang? Punya telinga yang bisa mendengar, punya mata yang bisa melihat, punya tangan yang bisa bergerak, punya kaki yang bisa menyangga?
Maka nikmat Allah yang manakah yang kita dustakan?
Bayangkan, indahnya masa kecil kita. saat itu kita bebas tertawa, bergembira, dan penuh sukacita.
Senyum kita mengembang, tawa kita riang, semuanya ikut senang.
Padahal saat itu kita belum punya apa-apa.
Padahal saat itu kita masih sangat lemah.
Padahal saat itu kita masih bergantung sepenuhnya.
Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan?
Lalu mengapa kini kita merasa susah?
Mengapa kini kita merasa terbebani dengan kesulitan yang kita hadapi?
Mengapa kita terpuruk di dalam usaha?
Mengapa kita merasa kehilangan kesempatan dan peluang?
Mengapa kita merasa krisis keuangan?
Mengapa kita merasa terjepit dan tertimpa musibah dan kehancuran hidup?
Mengapa kita merasa menjadi koraban?
Mengapa kita merasa sesak nafas seolah semangat dan gairah hidup timbul tenggelam?
Lalu, pantaskah kita merasa demikian?
Mana senyummu?
Mana tawamu?
Mana sukacitamu?
Mana bahagiamu?
Mana syukurmu?
"Jika engkau bersyukur, maka akan kutambahkan (nikmat-Ku), dan jika engkau kufur (ingkar) sesungguhnya siksa-Ku amat pedih."(Ibrahim :7).
Orang yang pandai bersyukur, hidupnya mujur dan makmur. Orang yang tidak pandai bersyukur, hidupnya hancur lebur.
Dan seseungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: " bersyukurlah kepada Allah. dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka seya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (Lukman :12).
Suara Hidayatullah Mei 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar